Bukan orang yang details, menulis satu persatu impian, lalu sesekali
melihat kembali urutan mana yang belum tercapai, atau bagian mana dengan
segala peluh berhasil dicapai. Langkah demi langkah berjalan begitu saja.
Melakukan hal yang disukai, bekerja dengan hati, jalan kaki, menyapa orang
asing, berpergian, memasak, dan makan. Tidak ada yang spesial, oh ya,
sesekali aku menulis, sarat dengan curahan yang penuh dengan emosi.
Di usiaku yang entah kenapa terkadang aku sangat bangga menyebutkannya,
26 tahun, walaupun belum genap, tidak ada rasa “duh aku sudah tua ya”
haha. Banyak hal yang sudah terjadi, belajar memahami diri, berusaha
menjalin petemanan, kehilangan teman, memahami orang lain, memimpin,
dikritik, hingga terpapar hal-hal yang mungkin tabu. Sebagaimana ilmu
itu ada, maka yang tercipta adalah varian belaka.
Perjalanan ini begitu cepat, alhamdulillahnya Allah selalu
memberikan sekian detik untuk memaknai semuanya. Berdiam diri,
melihat dan menelaah tapakan yang kini dijalani. Menyadari bahwa
sedari dulu jiwa itu ada, rasa ingin tahu yang hebat, sayangnya
bahkan diri sendiri belum mampu mengakomodir semuanya.
Diberikan kesempatan kembali di dunia kemanusiaan, bersentuhan
dengan program-program untuk membangun karakter anak Indonesia
yang kuat, menjadi salah satu syukur yang teramat sangat tahun
ini. Selesai project di Kupang, selang seminggu saja, aku
kembali diterima di salah satu lembaga sosial kemanusiaan. Kali
ini, sesuai harapku, pekerjaan full time yang tidak perproject.
Aku sangat semangat, menyambut rejeki ini. Walau aku harus
meninggalkan Bali lebih cepat, banyak tempat yang belum sempat
dikunjungi.. Suatu hari aku bisa liburan lagi. Tapi kesempatan
bekerja di Sekolah Relawan tak boleh terlewatkan.
Senin pertama aku bekerja di SR, seakan menjawab beberapa
keresahan hatiku. Apakah ini tempatnya? Semoga saja.
Baru beberapa hari masuk kantor, aku sakit dan
dinyatakan positive Covid. Isolasi mandiri selama hampir
tiga minggu, aku sangat bersyukur, Sekolah Relawan
merawatku dengan begitu baik. Mulai dari vitamin,
makanan, hingga aqua gallon. Haha. Rasanya hari-hari itu
begitu panjang dan melelahkan.
Begitu masuk, melihat teman-teman lainnya sudah jauh
siap untuk melangkah. Aku sedikit tergopoh-gopoh.
Mengemban amanah sebuah brand program, hal yang
baru, penuh tantangan, satu sisi aku ingin hati-hati
dan sempurna, sisi lainnya aku ingin cepat, cepat,
dan cepat.
PAPERLES
PAPERLES adalah singkatan dari paket
perlengkapan sekolah, yaitu program penyediaan
perlengkapan sekolah untuk anak yang kurang
beruntung dalam memenuhi kebutuhan sekolahnya.
Awalnya itu yang aku tahu. Berbekal management
yang mempercayai program ini padaku, ya aku
percaya diri aja kalo mampu mengelolanya,
mungkin sedikt lambat, tapi aku yakin bisa.
Bertanya sana-sini, hingga akhirnya aku sadar
bahwa PAPERLES memiliki makna lebih luas.
Dengan visi
ikut serta mencerdaskan kehidupan
bangsa, program ini bukan hanya terkait
perlengkapan sekolah, seperti tas, sepatu,
buku, dan alat tulis, lebih dari itu. Aku
ingin menghadirkan semangat pada anak-anak,
orang tua, dan semua lapisan masyarakat,
bahwa pendidikan, bukan hanya bisa membuat
seorang buta huruf bisa membaca buku, bahkan
seorang yang belajar dan paham makna ilmu
akan mampu membaca dunia.
Semangat ini yang sebenarnya sudah ada
pada diri, sejak beberapa tahun lalu,
sekarang diberikan ruang untuk
memaksimalkan manfaatnya. Diberikan
kesempatan belajar langsung dari
orang-orang yang berpengalaman, melihat
lebih jauh masalah-masalah yang dihadapi
anak Indonesia dan orang tua dalam
mengakses pendidikan.
Sadar gak sih saat sekolah dulu, sering banget kehilangan pena, yaudah pasrah aja, karena bisa dengan mudah beli yang baru. Hal ini berbeda dengan anak-anak Flores Timur yang menjaga dan merawat pensilnya dengan penuh perhatian, agar bisa digunakan semaksimal mungkin, hingga udah engga bisa digenggam lagi.
Pensilku Boleh Pendek, Tidak dengan Impianku
Sadar gak sih saat sekolah dulu, sering banget kehilangan pena, yaudah pasrah aja, karena bisa dengan mudah beli yang baru. Hal ini berbeda dengan anak-anak Flores Timur yang menjaga dan merawat pensilnya dengan penuh perhatian, agar bisa digunakan semaksimal mungkin, hingga udah engga bisa digenggam lagi.
Bagi sebagian orang lain menggunakan
pensil pendek mungkin sebuah pilihan
yang menyenangkan, tapi tidak bagi
sebagian anak di pelosok negeri ini.
Pensil pendek adalah satu-satunya
alat tulis yang bisa mereka gunakan
untuk mencatat dan mengerjakan tugas
sekolah.
Tentu saja, pensil pendek bukan
satu-satu bentuk nyata dari
kegigihan anak-anak Indonesia
menuntut ilmu. Ada banyak tantangan
lain yang dengan gigih dihadapi oleh
anak-anak di seluruh pelosok negeri
agar bisa sekolah dan menuntut ilmu.
Di pelosok negeri, anak-anak tetap
belajar dengan penerangan seadanya.
Pagi-pagi sekali sudah pergi ke
sekolah dengan sandal jepit melalui
perjalanan jauh yang licin dan
becek. Ada banyak tantangan yang
dihadapi anak-anak, yang belum
terjamah bantuan oleh siapapun.
Untuk itu Sekolah Relawan melalui
PAPERLES berusaha melihat lebih
jauh terkait
permasalahan-permasalahan ini, dan
mengisi pos-pos agar menjadi
solusi nyata bagi anak-anak
Indonesia dalam menerima
pendidikan.
Saat ini PAPERLES sedang
melakukan pengadaan 100 RIBU
PENSIL UNTUK ANAK PELOSOK
NEGERI?
Bagi kita mungkin hanya segelas
kopi, yang bisa dibeli ulang
setiap hari. Mungkin bagi kita,
pena hilang besok bisa beli lagi.
Tapi sebagian anak negeri ini,
menjaga pensil mereka dengan penuh
kepedulian dan harapan akan ada
pensil baru. Yuk! Ikut serta
mencerdaskan kehidupan bangsa!
Tukarkan segelas kopimu dengan
donasi pensil.
Cara donasi?
WA kesini atau bisa
langsung hubungin Rumi ya! Yuk
sama-sama, yuk!
Comments
© 2020
Catatan Rumi
Mantap, semoga apa yg dilakuin barokah
ReplyDeleteAamiin, makasih ya.
Deletekeern ya program ini
ReplyDeleteTerima kasih Kak.
Delete