Skip to main content

BALI! Aku Ingin KemBALI!

Setelah menyelesaikan project di Kupang, aku berpikir ingin mengelilingi Nusa Tenggara Timur, atau sekadar mampir ke Labuan Bajo. Setelah hitung-hitung, dan berpikir panjang, akhirnya aku memutuskan untuk ke Baliiiii. Ya, kenapa tidak? Aku ingin merasakan keindahan Bali seperti yang kebanyakan orang ceritakan, karena beberapa tahun lalu, saat pertama kali ke Bali, aku malah gak mau makan, sangat sensitif, indera penciuman dan perasa. Jadilah... Ku tak bisa menikmati Bali.

Bismillah! Keyakinanku penuh saat membeli tiket ke Bali, kebetulan ada dua teman di sana, walaupun mereka sibuk bekerja, satu-dua hari pasti diluangkan untukku. Percaya diri aja dulu. Rencananya aku akan berlibur, istirahat, sekaligus melihat serta mencari peluang dari jarak jauh. Kembali ke Palembang bukan solusi... di kota penuh kenyamanan itu, aku akan terjebak bahkan tenggelam dalam zona nyaman. Ada kesempatan yang lebih baik di Ibukota, itulah kesimpulanku setelah melanglang buana. Haha.

Satu bulan cukup. Menjelajah setiap sudut Bali. Tabunganku cukup. Untung-untung aku cuan saat trading saham. Haha. Aku mulai dengan menyewa kostan yang kubayar satu minggu dulu, karena tepat hari kedua aku di Bali, aku mendapat tawaran untuk interview di Sekolah Relawan. Siap-siap kalo diterima, ya kan. Aku kira proses rekrutmen yang aku ikuti akan panjang, jadi aku masih dengan rencana awal, ngebolang dengan santuy. Sehari jalan, sehari istirahat di kosan sambil nulis-nulis dan keliling lingkungan kosan. Bawaan jiwa ya Bund.
     
Sesampainya di Bali, aku dijemput oleh temanku Bopak. Dengan mobil sewaan,  Bopak mengajakku makan di Kedonganan, Jimbaran. Kami mengelilingi pasar kecil yang menjual hasil laut segar dan siap diolah. Mulai dari kerang-kerangan, hingga lobster. Lalu kami mengantarkan kerang, cumi, dan udang ke sebuah rumah makan untuk diolah menjadi hidangan yang lezat. Selagi menunggu Bopak mengajakku ke salah satu masjid di Bali. Seperti melepas rindu, karena selama di Kupang masjid susah sekali ditemui, apalagi bisa berjamaah. Makan malam di pinggir pantai, bercerita banyak hal, ya kaset lama lagu baru.

Selesai makan kami mulai mencari kosan. Haha. Aku kira akan mudah, ternyata alamat di mami kos banyak yang kurang tepat. Muter-muter, hanya ketemu beberapa dan tidak cocok. Akhirnya aku menghubungi temanku, untuk di kosannya saja. Padahal dari awal temanku sudah menawarkan, karena tidak ingin merepotkan, aku mencoba cari kosan sendiri. Eh, ujung-ujungnya tetep ngerepotin. Jadilah ngekos di seberang kamar temanku.

Hari pertama, tujuannya adalah nonton bioskop, mencari bantal dan ke Pantai Melasti. Bioskop adalah salah satu tempat yang aku rindukan, oh ya sebelum nonton Bopak juga mengajakku ke salah satu tempat makan mi yang populer di Bali. Rasanya enak, teksturnya aku banget, harga terjangkau, tempat makannya semi outdoor, dan luas.


Berbekal maps, dan samar-samar ingatan Bopak kami sampai di Pantai Melasti. Pantai ini sangat terawat, cukup sepi karena pandemi, seingatku biaya kontribusinya sekitar10K perorang, cukup terjangkau. Fasilitas seperti toilet dan kamar bilas sangat bersih. Tempat wisata ini juga luas, jadi banyak sekali spot-spot foto yang cantik. 
Menghabiskan waktu di kamar kos, sesekali duduk di balkon dan memandang jauh, menikmati waktu sendiri. Berjalan, melihat-lihat keramahan. Aku memang tidak ingin buru-buru.

Memberanikan diri membawa motor untuk mengelilingi Sanur dan mengunjungi beberapa museum. Berbekal nekad dan dukungan kedua temanku. Ya, akhirnya untuk pertama kali aku punya pengalaman mengendarai motor di jalan raya, bersama puluhan kendaraan lainnya. Selamat tanpa terjatuh.

Tujuan pertama adalah Museum Lukisan yang ada di pinggir Pantai Sanur. Museum Le Mayeur, museum dengan koleksi lukisan dari Adrien Jean Le Mayeur, pelukis asal Belgia yang menetap di Bali sejak 1932 lalu meikah dengan seorang penari asal Bali. Koleksi lukisan menggambarkan suasana Bali pada waktu itu, perempuan-perempuan Bali, pemandangan Bali, dan beberapa lukisan yang menggambarkan kota-kota besar di negera lain. Aku menjadi satu-satunya orang saat berkunjung, sejengkal demi sejengkal ku lumati lukisan yang ditata sedemikian rupa. Sayangnya kebersihan lukisan tidak terjaga dengan sempurna. Biaya kontribusi untuk masuk ke museum ini adalah 25K. Berkeliling sendiri dibekali sebuah brosur.


Setelah puas mengelilingi museum, aku pun menyusuri Pantai Sanur di bawah terik mentari, sambil menimang-nimang, haruskah ku lanjutkan perjalanan ini, karena masih tertimbun tumpukan rasa takut didalam diri ini haha. Duduk menikmati deburan ombak, mengelilingi pasar oleh-oleh, makan kupat tahu, solat zuhur di masjid, sore masih begitu lama. Awalnya kau ingin duduk manis di J.Co yang tempatnya tidak perlu melalui jalan raya, tapi saat sadar aku harus muter dulu, yaudahlah gas aja lurus sesuai rencana menuju museum selanjutnya.

Skill mengendarai motor dan membaca peta yang dibawah standar, ndilalah selamat tidak sampai tujuan pun tak apa. Alhamdulillah masih nyasar di tempat yang oke. Museum Bung Karno. Museum dengan empat lantai ini terawat dengan cukup baik. Aku mengelilingi museum ditemani laki-laki muda yang cukup details menjelaskan. Museum ini musih sering dikunjungi Megawati dan Jokowi, mungkin karena lantai satu berupa kantor kepengurusan pd... Museum ini berisi barang-barang peninggalan Soekarno, baik asli maupun replika, dokumen-dokumen, lukisan, hingga perabotan. 

 

Aku pun kembali menuju Pantai Sanur, dengan kesulitan membaca peta, akhirnya aku sampai dengan berpuluh kali berhenti memastikan aku gak salah arah. Duduk manis di pantai, menyaksikan anjing-anjing berkejaran, orang-orang mandi, pedagang menawarkan, aku memandang jauh sambil mengunyah telur puyuh rebus dan gorengan dengan bumbu kacang. 

Pantai-pantai di Bali sangat mudah diakses. Ini menjadi nilai lebih, karena di beberapa daerah pantai biasanya jauh dari kota. Tidak bisa diakses ojek online. Di Bali, semua terasa dekat dan bisa dijangkau. 

Bali.. Sudah memberikan kehangatan baru. Keramahan, keindahan, dan toleransi. Cerita belum selesaiii... 
Hai! Salam kenal dariku ya. Rumi yang secara acak terkadang menulis, entah saat luang ataupun sibuk.

Comments

  1. Sebelum pandemi aku tiap tahun selalu ke Bali, tapi urusan kantor. Jadi mungkin Krn rutin itulah, ga terlalu excited pas diajakin liburan kesana :D. Apalagi jujur ya aku ga kuat panas dan ga suka pantai. Tapi aku suka makanan2 dan vibe aneka bar di Bali :D

    Naaah tapiiiiii, sejak pandemi, nth kenapa jadi kangeeen bgt pengen kesana. Bisa jd Krn sedih juga Bali paling berdampak dari segi pariwisatanya. Temenku bilang banyak resto, hotel dan toko tutup saking sepinya :(.

    Semoga bisa kesana lagi dlm wkt Deket, dan Bali bisa ramai kayak semula :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Kak banyak banget toko yang tutup, sektror pariwisatanya terdampak banget. Semoga semua berangsur membaik, dan kita bisa segera ke Bali.

      Delete
  2. Kece banget sudah berjuang keluar dari rasa takut dengan bawa motor sewaan di jalan raya, bersama dengan kemampuan baca peta yang sekenanya. Banyak juga rupanya museum di Bali. Aku sampai sekarang belum pernah benar benar bisa menikmati Bali, saking tiap ke sana ya sama orangtua. Rasanya pasti beda ya Mba kalau jalan sendiri atau sama teman.

    ReplyDelete

Post a Comment