Skip to main content

Jika Menebakmu adalah Judi


Tebakanku, kau adalah segala yang aku inginkan dan semua yang aku butuhkan. Aku tingkatkan tebakan menjadi sebuah untaian kata yang kurapal dengan sedikit harap. Iya, hanya sedikit. Orang menyebutnya doa. Tidak, kau hanya sekadar sesuatu yang aku idamkan. Iya, sesaat.

Tebakanku, kau hanya suara yang merdu. Sebuah lagu baru yang bermakna aku. Kan kuputar seribu kali dalam seribu empat ratus empat puluh menit. Iya, kau amatlah singkat. Tapi itu, kau kuputar seribu kali dalam delapan puluh enam ribu empat ratus detik. Jika tak sengaja  aku putar lagu lain, maka aku bergegas kembali memutarmu. Hanya kau, lagu yang memiliki nyawa, lagu yang memilikiku.

Tebakanku, kau adalah jalan setapak. Yang di kelilingi aroma tanah basah. Tentu saja padi kuning atau ilalang yang tajam. Kau jalan setapak yang lurus. Aku selalu memandangmu jauh, tebakanku kau akan panjang. Kulalui sambil sesekali melambaikan tangan pada padi yang merunduk atau ilalang. Aku akan berjalan sambil bersuka cita, entah jalanku bertuju, atau sekadar berharap aroma dan indah kanan-kiri ini, berujung sebuah pondok dengan  rumbia cokelat. 

Tebakanku, kau adalah secangkir kopi yang dibuat dengan takaran yang pas. Uapnya saja membuat jatuh cinta. Hirup pertama, menjadi cecap yang tak ingin usai. Nyatanya kau dingin lebih cepat. Pekat warnamu tak melambangkan rasa hirup pertama akan sama dengan tegukan terakhir yang tak lagi hangat. 

Tebakanku, kau adalah puncak gunung. Ingin ku rengkuh walau terjal. Jalan-jalan menanjak yang hanya ada aku untuk selemah-lemahnya diriku. Atau jalan landai, walau hanya sekian meter selalu melegakan lelah. Mungkin saja kau adalah hamparan indah awan yang amat dekat namun tak bisa kusentuh apalagi kujadikan tempat bersandar. Ah, jangan-jangan kau ini ranting pohon yang kokoh, ciri khas pohon-pohon yang dirawat oleh alam, menjadi tangan yang membantuku turun agar tak terjatuh.

Baca juga: Quarter Life Crisis: Rumi dan Isi Kepalanya

Katanya tebakan sering salah. Walau sudah kurapal. Tetap saja, karena itu hanya sekadar tebakan. Jika menebakmu sama hal nya seperti bermain judi. Aku berjanji saat menang, aku tak akan main lagi. Aku tak ingin kaya, aku hanya ingin tebakanku benar. 
Hai! Salam kenal dariku ya. Rumi yang secara acak terkadang menulis, entah saat luang ataupun sibuk.

Comments

  1. Kadang kita merasa ragu untuk menebak dan akhirnya salah dan sempat ada rasa menyesal juga walaupun sedikit. Tapi tebakan yang benar adalah karena kita yakin betul dengan hati kita atau bahkan untung-untungan ya...hehehe.

    ReplyDelete
  2. Rangkaian kata2nya bagus banget, gimana sih caranya bisa merangkai kata jd sebagus ini?
    Menebak2 itu kadang menyakitkan ya, karna kita ga pernah tau spt apa yg sesungguhnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gimana ya Mbak, ngarang aja gituu hehe. Kalo data "tebakannya" akurat insyaallah gak menyakitkan Mbak *meyakinkan diri

      Delete
  3. Saya bisa menulis dengan indah dan menerus gini kalau lagi galau mba, entah mengapa kalau lagi galau saya bsia menulis kata-kata yang sama sekali nggak pernah saya bayangin bisa saya tulis seperti itu hahahaha

    ReplyDelete
  4. Kalau benar tebakannya pasti akan senang, tapi kalau salah. Gimana gitu rasanya :)

    ReplyDelete
  5. Sayangnya kamu adalah seseorang yang sulit untuk kutebak dengan benar.

    ReplyDelete
  6. Kalimat terakhir sih ngena banget

    ReplyDelete

Post a Comment