Skip to main content

Free Food Car: Sepiring Nasi yang Lebih Bermakna

Menjadi bagian dari Sekolah Relawan dalam perjalanan karirku, sudah sepatutnya selalu aku syukuri. Walau nyatanya aku berbalik arah dari awal tujuaku bergabung, banyak sekali nilai yang terpatri di kehidupan sehari-hariku, seperti… karena aku selalu rindu rutinitas pagi membaca asmaulhusnah dan al-waqiah, setelah berpindah kerja, kedua hal itu menjadi rutinitasku sehabis salat subuh.

Hampir tiga bulan, dan memang tak mudah. Aku masih menjadi salah satu penikmat aksi-aksi sosial dari Sekolah Relawan melalui social media, terlebih, aku sangat menanti perkembangan program yang dulu diamanahkan kepadaku. Setelah memilih rute terbaik, dengan berpikiran, oh sama-sama Jakarta, mungkin gak terlalu jauh, aku menawarkan diri untuk menjadi relawan Free Food Car, di Kampung Nelayan, Cilincing, Jakarta Utara. Haha.


Aku pikir, pulang kantor pukul tiga, siap-siap lima belas menit, akan masuk akan sampai di lokasi setelat-telatnya pukul lima lebih tiga puluh menit. Entah naik apa. Masih belum runut, tibalah di Hari H, aku bertanya sana-sini dengan teman kantor, bagaimana cara untuk sampai di Cilincing dengan sebaik mungkin, karena setelah cek aplikasi online, gak bisa pake motor, mobil pun tarifnya nyaris dua ratus ribu. Setelah diskusi Panjang, yang melibatkan berbagai divisi di kantorku, aku menetapkan pilihan untuk menempuh perjalanan terniat ini dengan menggunakan KRL.

Pukul tiga tiba, aku pulang teng-go! Alhamdulillah pekerjaan juga selesai tepat waktu, bahkan sempet ngobrol dulu sama Tata, membahas efisiensi pekerjaan. Sampai di pintu kantor, ternyata hujan rintik-rintik, aku mulai berpikir, apakah akan hujan deras seperti beberapa hari sebelumnya. Siklusnya nyaris sama, siang terik panas, sore ke magrib, hujan. Meminjam payung merah milik kantor, aku berjalan menuju kosan.

Sesampainya di kos aku langsung ganti baju, tidak lupa menggunakan lipcream, dengan teknik terkini, yaitu ombre! Hehe. Setelah siap tak lupa ku ambil salah satu jaketku, karena akan naik KRL, aku takut banyak yang bertanya, mana Awkarin atau Rachel Vennya. Haha. Alhamdulillah hujan sudah reda, aku bersama driver ojolku menembus kemacetan kota Jakarta ini, dengan was-was, duh pas ga nih waktunya, dan berharap aku tidak perlu terjebak di kemacetan lainnya, tidak, terima kasih.

Dari kosku di Jl H. Saidi, menuju Stasiun Pasar Minggu Baru, waktu tempuhnya sekitar 33 menit 50 detik. Sungguh perjalanan yang kalo tiap hari, menguras energi sekali. Tak lupa tips untuk Bapak driver.

Setelah duduk manis di salah satu gerbong KRL, aku sedikit lega. Temanku dari Depok juga memberi kabar kalo sudah berangkat. Setelah diskusi-diskusi, akhirnya mereka menawari untuk menjemputku di Stasiun Tj. Priok, tawaran ini langsung aku sambut dengan gembira, dan was-was lagi, duh jangan sampe ditunggu nih, lima menit lah ya Rum toleransinya. Malu euy.

Bener aja, ternyata telat beberapa menit, setelah keluar dari area stasiun dan menuju Kampung Nelayan, kami harus beradu memperebutkan jalanan dengan truk-truk besar, aku kembali was-was, duh ini bakal telat gak ya, gara-gara jemput aku dulu nih, duh adek-adeknya gimana ya, ntar bukanya telat. Alhamdulillah hal-hal seperti ini tertanam didiriku.


Setelah perjalanan yang cukup berliku, dari jauh nampak, anak-anak duduk melingkar beralasakan terpal biru, dengan baju rapi, beberapa duduk di dalam ruangan kecil yang baisa digunakan mayarakat sekitar untuk belajar mengaji, mereka mendendangkan salawat sambal menabuh hadro. CMIIW.

Kami pun bergegas menyusun meja, menurunkan termos-termos nasi, menyajikan es buah sebagai hidangan pembuka. Kami langsung mengambil peran masing-masing, aku pun memilih menyajikan es buah, menyedok dari termos besar, ke gelas-gelas kecil, lalu menyusunnya di sebuah nampan yang akan dibagikan oleh remaja sekitar. Tak lama, azan magrib berkumandang, kami saling memastikan semua anak sudah mendapatkan es buah untuk membatalkan puasanya, aku masih terus menyajikan es buah, hingga akhirnya, ada satu anak malu-malu meminta lagi, dan dengan yakin aku teriak, “kalo mau nambah boleh ya”.

Mereka lalu mengerubungi mejaku, aku pun meminta mereka untuk antre dengan rapi. Bersabar menugguku menyedok es buah demi es buah, hingga semuanya habis.

Setelah es buah habis aku pun ikut membagikan hidangan utama, yaitu nasi, ayam goreng, sayur, dan pisang. Memberikan satu-satu ke anak-anak, dan menyampaikan, selamat menikmati ya, jangan lupa berdoa, tak lupa senyum diwajahku aku kembangkan sebegitunya, wkwk.

Hari itu Tim Free Food Car menyiapkan 100 porsi makanan untuk anak-anak dan masyarakat Kampung Cilincing, masyarakat yang hidup dipesisir laut, mencari makan dengan menjadi nelayan. Temanku yang sudah pernah berkegiatan di sana beberapa tahun lalu, tiba-tiba menanyakan, dulu, di sebelah sini rumah-rumah warga ya.

Iya, sudah digusur, jadi dibangun seperti ini.

Mereka pindah ke mana Pak?

Sebagian pulang kampung, beberapa ya, mengontrak di sekitar sini juga.

Tak sempat, aku ingin bertanya, berapa total KK yang digusur itu…

Menanam Benih-Benih Kehidupan

Anak-anak adalah makhluk spesial. Anak-anak adalah harapan. Anak-anak juga adalah kelompok rentan. Berinteraksi dengan anak-anak selalu membuatku bersemangat. Tentu ini semua sebuah perjalanan panjang, belajar berinteraksi, belajar berkomunikasi, dan masih banyak ilmu tentang anak yang harus dipelajari.

Dalam setiap berkegiatan yang melibatkan anak-anak, aku selalu berusaha membangun suasana nyaman bagi anak-anak untuk bicara, untuk bercerita, untuk mengungkapkan keinginannya. Ya, sesimpel, “Kalo mau nambah es, boleh ya”. Dengan statement ini, setidaknya anak-anak yang ingin nambah es buah berani untuk mengungkapkan keinginannya, mereka tahu harus bagaimana untuk mendapatkan es buah tambahan, kita juga bisa mengajarkan mereka untuk antre, menunggu dengan sabar. Hal kecil, tapi bayangkan jika hal seperti ini diterapkan di setiap rumah-rumah.

Lalu, betapa antusiasnya anak-anak ketika aku bicara “Boleh tolong kakak ambil sampahnya dan letakin di sana ya, okeee.” Seperti mengikuti sebuah perlombaan, mereka bergegas mengambil plastik-plastik air mineralnya, seketika tempat duduk pun bersih.

Bertemu dan Berinterkasi dengan Teman Baru

Kehidupan yang begitu-begitu melulu, bertemu dan berinteraksi dengan orang baru menjadi sesuatu yang sudah jarang saat ini. Dapat bertemu dengan orang dalam kegiatan yang baik adalah sebuah hal yang patut disyukuri. 



Sebagai penutupan Tim Free Food Car sudah menyiapkan satu paket buku bacaan untuk anak-anak yang akan dititipkan di Tempat Belajar Mengaji ini.

Mengikuti kegiatan sukarelawan ini menjadi hiburan ditengah sibuknya aktivitas yang begitu melulu. Sebagai sarana refleksi dan pengingat bahwa senyuman bisa tumbuh di mana saja, tanpa perlu alasan yang begitu mewah. Jika sedih rasakanlah, tapi pastikan bahwa kita semua paham tidak ada yang abadi, kesedihan, kebahagiaan, semuanya selalu bergandengan.

Semangat ya!!!
Hai! Salam kenal dariku ya. Rumi yang secara acak terkadang menulis, entah saat luang ataupun sibuk.

Comments