Skip to main content

Cerita Anak Kos | Sebuah Tulisan untuk Mengingat Kembali

Sejak beberapa minggu lalu kami merencanakan kegiatan pagi ini, sederhana, tapi sering terlewat karena tidak sempat. Ya, berbelanja ke pasar. Tidak jauh dari kosan kami ada pasar, tapi setelah beberapa kali belanja, sepertinya kami memang bukan target market pasar tersebut. Selain menjual bahan makanan high quality, pilihan ikan di pasar tersebut tidak terlalu banyak, dan kebanyakan adalah ikan laut.

Kami sudah mencicil dengan mencuci baju di malam hari, aku langsung melenyapkan diri dengan tidur setelah isya. Sedangkan temanku, masih menonton Running Man hingga larut malam. Kami berjalan kaki menuju Pasar 26 Ilir dari kosan kami di area Cinde, hehe. Perjalanan pergi cukup sepi karena masih pagi, sambil melihat sekitar kami bercerita banyak hal. Terlihat banyak sekali rumah di sekitaran Cinde yang terpasang kain rentang “DIJUAL ATAU DIKONTRAKAN”. Beberapa adalah rumah dengan gaya lama, beberapa tak terurus, kurasa harga jualnya cukup murah.

Menyusuri jalan, hingga mulai melihat kepadatan pasar. Biasanya pasar di dekat kosan kami sepiiii. Kami mulai berdesakan, karena jalan yang dijadikan pasar ini tidak ditutup akses lalu lintasnya, jadilah pedangang di sisi kanan dan kiri jalan, di tengah jalan berdesakan para pembeli juga pengguna jalan, baik motor maupun becak. Puadettttte pol!



Yang pertama kami beli adalah kain lap. Murah saja, hanya 10K untuk tiga lembarnya. Si penjual kain adalah seorang Bapak Tua, tangannya penuh dengan kain lap dengan varian warna. Awalnya aku ragu saat ingin membayar, karena uang yang kami miliki masih dalam pecahan besar. Setelah menyerahkan plastik berisi kain lap, si Bapak lantas memberikan uang miliknya, untuk kami mengambil sendiri kembalian dari belanjaan kami. Sedikit bercanda, aku mengatakan “agek kami ambek lebih, cakmano Pak?” Dengan senyum si Bapak membalas, insyaallah rejeki dak akan kemano.

Semakin ke dalam pasar semakin padat. Aku berbisik dengan temaku.

“Covid hanyalah isu.”

Tidak ada jarak, tidak ada. Begitu pula rasa takut kiraku. Seperti inilah kenyataannya. Para pedagang sibuk, ada yang menyiangi ikan, ada yang mengupas buah nangka, ada yang berteriak menawarkan cairan pencuci piring, ada anak-anak menunggu kantong kreseknya dibeli “Cuma seribu, Yuk”, tak ingin kalah, pengamen pun silih berganti di padatnya pasar.

Sebelum akhirnya aku berhenti mengisi diri dengan kabar terbaru dari Covid-19, aku pernah begitu pagi langsung mencari berita terbaru, tidak terasa sudah empat bulan dan masih berlangsung. Di media sosial masih banyak protes, kritik, dll. Seolah ini adalah perkara benar salah, seolah ini bisa selesai sekejap mata, seolah satu kebijakan, satu pemikiran bisa diterapkan di semua lapisan masyarakat tanpa kebijakan yang mengiringi lainnya.

Lalu… Apa inti dari curhatan kali ini? Hehe.

Main ke pasar yuk, kalo mau. Pakai masker, buka mata dan telinga. Di pasar, dari yang murah senyum dan ramah, hingga yang ditanya aja sungkan menjawab, semua ada.

Pulangnya jangan lupa langsung mandi biar bersih… Lalu siapkan semua bahan makanan yang dibeli untuk disimpan serapi dan sesiap mungkin untuk dimasak setiap pagi sebelum pergi kerja. Foto diatas adalah bekal untuk dua orang selama satu minggu. Total belanja gak sampe 200K. 

......

Empat ratus kata di atas adalah tulisan lama yang entah bagaimana tak pernah aku selesaikan untuk tampil di blog yang domainnya harus dibayar setiap April ini. Hehe.

Hari ini, aku sudah tidak bekerja, aku juga sudah kembali ke rumah. Rasanya sangat hangat bisa kembali mengingat beberapa kegiatanku kala itu, betapa beruntungnya mereka yang menulis, semuanya bisa begitu details tergambar.

Maret 2021, sudah satu tahun Covid-19 secara resmi hadir di Indonesia, beberapa keadaan semakin buruk, beberapa hal begitu cepat beradaptasi. Begitu pula si virus, kini sudah hadir beberapa varian baru. Semakin kebal tubuh manusia, maka semakin banyak cara pula si virus ingin bertahan. Kiranya seperti itulah, sesama makhluk hidup yang ingin tetap lestari.

Sudah satu bulan lebih beberapa hari sejak aku resmi mengundurkan diri dari tempat kerjaku, melepaskan, dan mencoba melangkah. Kembali mengemasi barang, lalu memilah mana yang masih aku gunakan dan memberikan sisanya kepada yang lebih membutuhkan. Membersihkan kamar kosan, berpamitan dengan si Bapak tetangga kosan, yang kiranya berusia 65 tahun, pendengaran beliau sudah berkurang, sesekali saat berjumpa, ada saja hal yang beliau ceritakan. Beberapa kali aku pernah memberi beliau makanan, mendengarku akan pindah, beliau menghadiahiku satu bungkus mi instan ukuran besar berbungkus kuning, wah mi korea nih, pikirku. Nyaris setiap hari aku mendengar beliau bangun saat subuh, memasak air dan menyeduh mi instan untuk sarapan. Ya, beliau selalu terlihat makan mi, sesekali nasi padang. Sayangnya, saat hendak ku masak, di belakang bungkus mi tertera bahwa mi diprosuksi dengan alat yang sama untuk memproduksi produk non halal.

Di usia senja, beliau memilih hidup sendiri, mengurusi diri, sekeras apapun mengelak sepi pasti kerap menyerang. Semoga sehat dan bahagia selalu, ya Pak.

Aku mengundurkan diri, bisa dibilang satu bulan lebih cepat dari rencana sebelumnya. Belum ada rencana spektakuler untuk mengisi waktu, apalagi buru-buru melamar pekerjaan. Entahlah, ada sedikit rasa kecewa juga takut. Aku tak boleh lagi keliru, kali ini pilihanku harus tepat. Hihi.

Jadilah, hari-hariku diisi dengan bermanja-manja di rumah. Lalu, membantu temanku mempersiapkan pernikahan, juga menjadi muse salah satu teman yang belajar make up. Untuk tetap mendapatkan penghasilan, aku mencoba melakukan jual-beli saham atau tradingfast trading. Seru juga, sesekali jual rugi. Haha.




Dari empat hari jadi muse temenku, aku jadi lebih paham dunia make up artist, proses yang para MUA pelajari untuk bisa membuka jasa rias hingga mematok harga yang sesuai. Belajarnya tidak mudah, tidak murah, dan butuh waktu. Kalo harga make up tahu sendiri lah ya. Kiranya seperti itulah pekerja jasa lainnya, jangan sembarangan menilai mahal apalagi kemahalan.

Banyak hal yang bisa dipelajari, sudah mulai cari kerja juga, ada rencana kembali ke ibukota, ada banyak rencana, yaaa semoga bisa merealisasikan semuanya.

Sehat-sehat ya!


Hai! Salam kenal dariku ya. Rumi yang secara acak terkadang menulis, entah saat luang ataupun sibuk.

Comments