Skip to main content

Pertanyaan Yang Mulai Sulit

Ada yang bilang idealisme itu akan memudar dengan beriringan waktu. Idealisme akan melebur saat berbentur. Idealisme akan tergadai. Idealisme tak lagi penting saat sadar realistis jauh lebih dibutuhkan.



Tapi, ada yang hidup, memimpikan yaa.. kata seseorang fairytales. Mimpi setiap orang berbeda bukan? Jadi beda bukan suatu dosa. Gila memang. Tolak ukur yang digunakan tidak pernah ada dirumusan manapun, tapi kebahagiaan dan kepuasan seseorang siapa yang bisa menerka? Bahkan diri sendiri kadang luput memahami. Karena semuanya relatif.
Waktu menggiring, menghadapkan pada pilihan-pilihan sulit. Bahkan pada sesuatu yang tak bisa dipilih. Waktu mendorong, tak mengiringi seperti harap setiap orang. Terkadang waktu menyadarkan betapa berharganya setiap details peristiwa. Seberapa kuatnya untuk sampai disini. Menulis ini. Menertawakan kekanakan dulu-dulu, lalu menangisi rasa terjebak yang sakit.
Kita bermimpi tinggi. Berharap untuk tidak jadi biasa-biasa saja. Kita berusaha bermanfaat seluas-luasnya. Membangun mimpi lalu membersamai impian-impian lain. Kita sadar bahwa setiap titipan harus memiliki arti yang lebih baik. Lebih bermakna setiap helaannya. Saat bersamaan kita tersadar apakah impian itu memang harus diraih? Apakah itu memang yang diinginkan? Atau.... hanya sebagai ajang aktualisasi diri. Ahahhaha. Karena terkadang seperti batang yang dihantam ribuan cabangnya.. bertanya-tanya. Untuk apa, lalu pada siapa. Bagaimana dan kapan. Tidak ada tanda tanyapun, sudah menohok. Tidak perlu nada bertanyapun, sudah memilukan.
Ribuan langkah kaki yang ditapaki, tidak mungkin tidak memiliki kebaikan yang akan dituai. Jutaan doa yang dirapal dengan rinci, tidak mungkin tak terdengar. Tapi.. rasa tidak pantas yang kadang datang menghampiri. Membangun ruang hampa yang kian membesar dijiwa yang mungkin saja mengecil setiap harinya.
Pertanyaan-pertanyaan yang datang kian sulit untuk dijawab. Pertanyaan-pertanyaan yang terdengar kian sulit dijelaskan. Sebagai anak, sebagai kakak, sebagai anggota keluarga, sebagai panutan, sebagai makhluk hidup, sebagai anak bangsa dan sebagai diri sendiri. Semuanya harus bahagia, selayak apa yang diusahakan. Semuanya harus tersenyum, seperti doa Ibu dan Ayah yang tak pernah putus.
Yang diinginkan, menyamakan keinginan. Mungkin lelah mulai terasa,  ingin singgah. Ingin berlabuh. Atau mungkin ingin kembali. Tapi, idealisme yang mungkin egoisme tidak mengajarkan hal-hal lucu seperti itu. Tumbuhlah sendiri, berbebas-bebaslah. Kelak impianmu, semuaaa impianmu kan purna. Purnama kan datang merayakan kekuatan yang dibangun dalam diam. Bertahanlah sebentar lagi, gunakan saja yang baik. Tunggu saja yang terbaik, dia akan datang dengan cara yang baik.
Tak perlu ragu saat harap itu disematkan pada yang Nyata KekuatanNya.
Hai! Salam kenal dariku ya. Rumi yang secara acak terkadang menulis, entah saat luang ataupun sibuk.

Comments