Skip to main content

Bukan Sapaan! Tapi Pelecehan Verbal

Media sosial sudah menjadi bagian dari proses "take & give" bukan hanya sekadar sharing status galau, atau ngomel-ngomel saat sebel. Tapi melalui media sosial, kita bisa memberikan banyak informasi dan sebaliknya, menerima banyak informasi, current issues. Akhir-akhir ini banyak sekali kejahatan-kejahatan seksual yang terungkap melalui media sosial, berawal dari cerita seorang perempuan ke salah satu selebgram, lalu menguak fakta lain, bahwa si pelaku sudah melakukan banyak kesalahan yang sama ke perempuan lainnya.


Tanpa kita sadari, pelecehan seksual adalah salah satu praktik yang kerap terajdi di lingkungan sekitar. Kebanyakan pelakunya adalah orang terdekat korban. Pelecehan sendiri tidak mengenal gender, bisa terjadi kepada perempuan dan laki-laki. 
Menurut survei dari Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA), perempuan 13 kali lebih rentan alami pelecehan seksual di ruang publik. Survei ini melibatkan 62.224 responden yang terdiri dari perempuan dan laki-laki di seluruh Indonesia.
Ada beberapa pelecehan seksual yang kerap terjadi di sekitar kita, di ruang publik, baik di jalan atau fasilitas umum, salah satunya adalah pelecehan verbal.

"Eneng... Cantik banget Neng.."

"Kok, sendirian aja, mau Abang temenin ngga?"

Seberapa banyak perempuan dan laki-laki di Indonesia yang belum menyadari bahwa kalimat di atas, bukanlah sapaan yang akan menciptakan senyuman lebar di wajah orang yang "disapanya". Pelecehan verbal adalah perbuatan melecehkan yang dilakukan secara lisan, contohnya bersiul atau menggoda. 

Salah satunya adalah catcalling, godaan yang dialami, baik oleh perempuan atau laki-laki oleh seseorang saat sedang melewati orang tersebut. Hal ini sering terajdi secara pribadi, dari dulu hingga saat ini. Bahkan ada beberapa hal konyol yang masih teringat sampai saat ini. 

Suatu hari, saat masih kuliah, aku yang baru datang ke kampus, langsung menuju kelas yang ada di lantai 3 gedung kuliah, tepat saat lewat, aku melewati petugas pembersih pendingin ruangan, disambutlah dengan "sapaan", "Dek", seperti biasa aku hanya lewat tanpa menggubris. Sialnya baru beberapa menit duduk di kelas, aku harus ke ruangan dosen dan melewati petugas tadi lagi, dan yaaa mengalami hal sama. Ini juga terjadi saat aku harus kembali dari ruang dosen ke kelas, tapi ada yang berbeda. Setelah "menyapa" dan tidak aku gubris, petugas tersebut berteriak. 

"Sombong banget jadi cewek."

Tiba-tiba ngefreze, shock dan tiba-tiba menyelusup pertanyaan dalam diri "apa aku salah? apa aku ini sombong?" 

Padahal, andai para catcaller paham, melewati kalian saja, kami berpikir demikian panjang. Sampai saat ini, aku sangat memilih rute perjalanan kakiku, aku sangat menghindari kerumunan laki-laki, aku akan memilih sedikit memperpanjang jarak ketimbang mendapatkan "sapaan-sapaan" yang tidak pernah aku inginkan. Belum lagi respon yang judgement dari orang asing tersebut.

Bahkan rute yang dikira cukup aman pun, tidak sepenuhnya aman. Sampai saat ini, setiap pergi menuju dan pulang dari kantor, aku masih sering harus berhadapan dengan "sapaan" yang membuat risih, tak jarang membuatku jengkel.

Mungkin para catcaller belum sadar bahwa yang mereka lakukan bukanlah bentuk dari ramah-tamah, sopan, santun, tapi salah satu bentuk dari pelecehan seksual. Hal ini sangat mungkin, walau sebenarnya, pelaku catcaller bisa siapa saja, bahkan orang yang well educated

Ya, kalo gitu kasih tahu dong! 


Semoga yang membaca ini, jika masih melakukan catcalling, segera bertobat, dan jika bukan atau sudah bertobat, bisa saling mengingatkan ke orang terdekat. Karena, bagiku sendiri, untuk langsung mengingatkan pelaku, atau sekadar memberikan informasi dengan cara seasik mungkin setelah "disapa" masih terlalu berat.

"Neng, Neng, sendirian aja Neng."

Pengennya tuh, kalem, tarik napas, hembuskan, terus nyamperin...

"Iya Pak, ada apa ya Pak? Pak, kalo boleh ngomong bentar yaaaa Pak, yang Bapak lakuin itu tadi membuat saya kurang nyaman loh Pak, itu termasuk melecehkan loh Pak.."

Terus ngobrol santai sambil selonjoran di sebelah Bapak atau Mas-nya, yakan... Ini kalo responnya cukup positif ya, dan tidak sanggup membayangkan jika responnya menyakitkan. "Disapa" aja udah deg... Pengen mempercepat jalan, terus lupa dan gak bikin mood rusak apalagi kepikiran.

Hal sepele!

Tidak jarang para perempuan yang speak up mengenai pengalamannya di catcalling malah mendapatkan respon yang sangat tidak manusiawi. 

"Coba yang godain cowok ganteng, pasti senyum deh."

"Yaelah gitu doang, sepele amat."

"Makanya jangan pake baju seksi."

Berat sekale pemirsa! Tidak juga bisa dipungkiri bahwa masih ada oknum-oknum double standard. Hal itu tidak boleh terjadi pada dirinya, kaumnya, tapi dia secara sadar atau tidak sadar melakukan hal tersebut ke orang lain.

Komentar-komentar seperti ini kerap kali ditemukan di media sosial, yang tidak bisa dibatasi. Memiliki pemikiran sendiri, rasanya sangat alamiah, saat kita menerima informasi, lalu memproses informasi tersebut dan menyimpulkannya. Tapi, saat kesimpulan tersebut Anda utarakan, baik secara virtual atau langsung, mohon pahami ada perasaan orang lain, terlebih dalam kasus pelecehan seperti ini dan pastinya harus siap atas respon orang lain.

Kita tidak bisa mengubah orang lain, sangat sulit, tapi kita adalah Tuan dari diri kita sendiri, atas akal, pikiran, perasaan dan tindakan kita. Mari fokuskan energi untuk mengontrol hal-hal yang jelas milik kita dan bisa kita kontrol. Stop catcalling!
Hai! Salam kenal dariku ya. Rumi yang secara acak terkadang menulis, entah saat luang ataupun sibuk.

Comments

  1. Jangankan yang pakai baju seksi, yang pakai baju tertutup dari ujung kepala sampai ujung kaki pun masih tak terhindarkan dari fenomena catcalling ini. Alasan 'salahnya pakai baju seksi' tuh seperti cuma di ujung bibir catcaller aja karena faktanya semua wanita pasti pernah jadi korban catcalling. Aku pun sejak dulu takut kalau lihat ada cowok bergerumbul, lebih baik cari jalan lain deh, saking takutnya bakal ada yang gangguin.

    ReplyDelete
  2. Yes...catcalling itu menganggu banget. Mau pakai pakaian apapun masih bisa jadi korban catcalling. Emang seringnya cewek sih yang kena. Trus disalahin pula...

    Serba salah. Tapi semoga banyak yang sadar deh, kalau itu menganggu dan termasuk pelecehan

    ReplyDelete
  3. Memang kadang gak nyaman dan serba salah kalau diganggu orang begitu, padahal kita udah berpakaian dan berperilaku sopan tapi masih aja kena pelecehan verbal.
    Semoga orang orang yang suka begitu cepat sadar deh ya...

    ReplyDelete
  4. Sebagai pengguna sosmed aku pun sangat sadar, sesadar sadarnya kalo kita emang ga bisa menangani atau menegur orang satu persatu. Jangankan untuk mengontrol seluruh pelaku verbal di sosmed kita semua. Dan point nya yaitu bener kata kak rumi yang bisa membatasi orang untuk kejahatan verbal ya diri kita sendiri misalnya tidak menggunggah foto, video atau konten yang memancing orang untuk melakukan sesuatu namun permasalahannya kadang justru beberap atau sebagian orang memosting yanh justru memancing orang untuk bertindak demikian hanya demi popularitas, karena menganggap hal tersebut remeh dan sudah biasa terjadi.

    ReplyDelete
  5. Nah, ini bahasan yang keren. Aku pernah juga digituin. Giliran lewat, pake kerudung udah melambai-lambai, sapaannya jadi: "mampir sini dong adek shalihah." Gerem iya. Pengen nyolot balik rasanya.

    Aku share ya Mbak postnya.

    ReplyDelete
  6. iyo sih, banyak cowok2 caper mak ini ari. kenal jugo idak, tapi sok akrab hehe.. klo kito diemi dio kato sombong. pengingat diri juga nih, kalo bae molly jugo pernah ngelakuin samo wong laen. btw dak cuma di dunia nyata, di dunia maya jugo bnyk.

    kalo sama anak kecil gimana? kan kito kadang jingok suka gemess.. "ihh lucu nian dedeknyo" hehe..

    ReplyDelete
  7. Sebel pastinya... Rasanya pengen geplak lgsung (eh tp pernah sih..) hbis itu ttp aja kita yang salah..., Dibilangin klo jadi cewek itu hati2, masalahnya kadar hati2 itu yg gimana coba? Klo sdh berasa ikut aturan, ga macem2 jg tp masih ketemu orng yang begitu?

    ReplyDelete
  8. Catcalling itu dianggap 'ramah' dalam ranah masyarakat Indonesia padahal catcalling termasuk pelecehan juga. Jadi pengingat nih untuk menciptakan batasan ke diri sendiri agar tidak berbuat demikian.

    ReplyDelete
  9. Jadi cewek emang kudu banget jaga diri. Saya juga mbak, beberapa waktu seringkali disapa-sapa kayak gitu, "dek mau kemana?" atau "adek" tapi nadanya rada diayun gitu. Dih kesal sama mamangnya huh

    ReplyDelete
  10. Mungkin aku terlalu misoginis sampe nggak paham catcalling itu batasnya seperti apa. Soalnya aku suka spontan ngomong, kamu cantik.

    ReplyDelete
  11. Pelecehan seksual bukan hanya terjadi antara laki-laki ke perempuan, ada juga laki-laki ke laki-laki dan bahkan perempuan ke perempuan serta perempuan ke laki-laki. Hmm, di zaman skrg harus ktra hati2, Rumi, termasuk catcaling ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sependapat dengan komentar mas Heru.

      Kenyataannya, memang demikian.
      Pelecehan seksual sering terjadi laki-laki ke laki-laki juga wanita ke wanita.

      Aku menulis begini karena aku pernah mengalaminya.

      Delete
  12. Walaupun orang Indonesia ini dibilang rapah, suka menyapa, tapi kita bisa tau ya dari nada, gaya, bahkan gestur dan raut muka seseorang itu. Apakah dia memang sedang beramah tamah atau sedang menggoda.

    Duuh, jaga diri selalu ya Rumi.
    Semoga kita dijauhkan dari para catcaller gitu.

    ReplyDelete

Post a Comment