Skip to main content

Belajar, Pulang dan Merantau

Tidak terasa sudah hari keempat di tahun 2020, sudah berapa draft tercipta untuk menuliskan perjalanan panjang yang dinamis nan manis tahun 2019. Susah sekali melukiskannya, walau hanya lewat kata-kata. Kalo ngelukis beneran kan jadinyaaa gambar. Hehe.

BELAJAR 

Pergantian tahun lalu, aku lalui di sebuah pantai yang cantik di Sulawesi Tengah, membunuh waktu dan menanti fajar dengan berbincang diatas pasir putih. Sampai dengan April, kuhabiskan waktu di bawah langit Sulawesi yang begitu indah, biru dan tampak sangat dekat. Menghabiskan waktu dengan belajar hal baru, belajar memahami diri, belajar hadir untuk diri, belajar memimpin, belajar mendampingi. Ya, aku belajar banyak hal, terutama ilmu psikologi.

Menjadi program officer di salah satu NGO Nasional adalah pengalaman kerja full time pertamaku. Menjadi bagian dari tim pendampingan psikososial tanpa latar belakang akademis membuatku harus ngebut belajar. Banyak sekali pertemuan-pertemuan ajaib yang membuatku lebih bersyukur, lebih mampu menerima, melihat dan mencintai diriku. 

Menyelesaikan project tepat waktu dan kembali pulang ke kampung halaman, Palembang. 

PULANG



Ada yang istimewa di tempat ini, ada banyak rupa dan juga topengnya. Diantaranya menyebabkan tawa, beberapa membuat tangis. Sejauh itu, semuanya adalah pelajaran.

Ada beberapa yang selalu datang dengan keluh dan kesah, membawa beban dan masalah. Tanpa sadar, kata-kata telah menjadi konduktor energi negatif. Karena memang beberapa itu hanya akan tenang hatinya, berkurang susahnya, setelah memelukku dan membuatku lemas kehabisan tenaga. 

Dulu aku bertanya-tanya, pada susah yang selalu datang dan bahagia yang melupakan. Tapi, seperti itulah, menjadi obat untuk rasa sakit, bukankah bermanfaat? Peran-peran ini mulai aku nikmati. Menyambut hangat, mendengarkan dengan baik, terkadang mengutuk pelan hidup yang kau cipta, penuh nanah. 

Aku juga menonton gemerlap yang dipertontonkan dan rasa iba yang dijual saat bertatap muka, empat mata. Padahal hidup dengan terhormat lebih mudah ketimbang belok kanan, belok kiri, mengikuti nafsu. Tapi, biarlah bebas, memilih adalah hak setiap bernyawa. 

Hak-hak itu bisa dinikmati, tentunya. Hak-hak itu adalah utuh. Sayangnya, tak semua orang terfasilitasi, mengenal baik buruk, mengenal untung rugi, mengenal praktik-praktik ilmu yang disampaikan melalui ceramah yang membosankan. Budayanya hanya angka akhir yang dilihat, bukan proses apalagi konsepnya. 

Berteman ambis, seseorang tampak arogan. Merasa hebat, berdiri dan mengeluarkan penyakit di atas panggung dengan pengeras suara. Prosesnya pasti disiplin, pengorbanannya pasti bukan main. Tapi tidak ada yang bisa dibanggakan dengan lidah seperti itu. 

MERANTAU

Bagaimana rasanya berdiri sendiri? Menghidupi diri, lepas dan bertanggung jawab sendiri. Keputusan yang sulit juga sangat menarik. Membawa diri jauh dari rasa nyaman. Berpisah dengan orang-orang dan lari dari banyak rasa suka. 

Bagiku, Ibukota tak pernah semenarik saat aku mulai menjadi bagiannya. Karena tumbuh di Kota yang bisa dianggap besar dan pesat perkembangannya, aku kira semua itu sudah cukup memfasilitasi. Sayangnya, Ibukota diluar ekspektasiku. Tempat ini, seakan permainan baru yang masih bersih. 

Beberapa orang sibuk dengan cerita mengenai "orang dalam". Ada yang mencarinya, ada yang mengutuknya. "Pasti dia ada orang dalam". Haha. Padahal ada arena bersih yang bisa membuat tetap bersih. 

Beberapa orang sibuk dengan seragam. "Kenapa ndak daftar **** Rum?" hehe. Bahkan ada, "memangnya sudah punya uang berapa mau masuk itu?" Hehe. Hidup ini, sungguh ironi, mengantarkan anak-anak agar bisa menjadi jalan menuju surga, tapi mengajarkan kebodohan dan meragukan diri serta Tuhan dengan sikap sehari-hari

Yhaaa memang gila, tapi asik juga, apalagi bisa dinikmati.

Memilih tinggal di kostan. Mengisi kebutuhan dengan hasil kerja, memang lebih nikmat tidur di kamar yang disediakan oleh orang tua atau keluarga. Tapi seperti itulah, susah payah ini tidaklah istimewa. Proses ini dilalui oleh banyak orang.

2019, sudah menjadi tahun pembelajaran. Lebih fokus pada diri, bukan angan-angan yang tak pasti. Apalagi laki-laki. Haha. Terbitlah, tahun ini harus seperti mentari. Indah, berproses untuk menghangatkan. Tidak bermimpi aneh-aneh, cukup menjadi obat untuk diri sendiri dan menjadi alasan sekitar tersenyum walau hanya sesaat.

Terima kasih Rumiiii, karena sudah melalui semuanya! Sudah mau belajar. Eittsss, belajar adalah proses seumur hidup. So.. Jangan lelah, semoga dari tingkah laku, kamu bisa jadi pengajar yang baik.

Terima kasih pula teman bermain Rumii! Yang senantiasa menjadi ilmu dan pengajar. Mari kita rapatkan barisan, hempaskan toxic. Hehe. Semoga Allah melindungi dan merawat akal pikiran serta hati kalian. Pis, lov n gawl.
Hai! Salam kenal dariku ya. Rumi yang secara acak terkadang menulis, entah saat luang ataupun sibuk.

Comments

  1. Wahhhh keren nih semua hal bisa dilalui dengan rasa nyaman, tapi jangan berhenti disini aja.. Karena bakal ada hal hal baru didepan yang mungkin tidak terduga dan tidak terbayangkan.. Yang penting selalu belajar, dan bersiap diri menghadapi hal hal yang akan datang nantinya... Tetap semangat aja deh :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thank you Mas Andrie. Yup harus jalan terus dan mempersiapkan diri.

      Delete
  2. dari palembang juga nih mba? :D

    ReplyDelete

Post a Comment