Hujan deras yang membasahi atap rumah, menyejukkan tidur siang penuh kelelahan dan kehampaan-ku. Rarum memang, selalu ada saja
decak kagum atas anugrah Tuhan yang satu ini. Pemberi keluasan dalam memandang,
pembawa kenangan yang tersusun rapi disudut hati yang telah ditinggal pemeran
utamanya. Entah dari mana kehampaan ini berasal, dari masalah yang dibicarakan
namun tak menemukan titik temu? Atau dari ego yang merasa bahwa “tidak ada yang
mengerti aku”. Entahlah. Selalu saja “entahlah”. Mungkin memang harus
melapangkan dada, selapang-lapangnya.
Aku mulai meraba yang aku impikan dulu. Yang aku
bayangkan tentang ke-dewasa-an. Ahhhh, rasanya jauh sekali dari ekspektasi.
When she was just a girl,
She expected the world,
But it flew away from her reach,
So she ran away in her sleep.
Kehidupan penuh warna, penuh tawa, penuh dengan
semangat, penuh dengan keyakinan. Iya, memang hal itu tak pernah hilang. Selalu
ada saja yang silih berganti menjadi “Ibu Peri” dalam hidup ini. Time to time. Everything
flies away and how about me? Why I’m still here? Bagaimana? Tolong ajarkan aku
untuk tidak mengutuk kegelapan ini?
Ajarkan aku menjadi lilin yang memberi cahaya, yang menerangi, iya jiwa ini
sangat butuh itu. Mungkinkah semua ini palsu? Dimanakah sebenarnya aku?
Haruskah aku seperti ini? Bermandi tangis, berteman keluh di dalam pekatnya
hati. Haruskah seperti ini? Tersenyum dihadapan makhluk dan menahan sakit
dipenghujung hari. Biarlah aku terlihat lemah didalam tulisanku, karena memang
nyatanya aku tak pernah kuat.
Di sore yang ranum, aku yang selalu berusaha memendam habis semuanya. Aku harap kau sangat kuat, untuk ku ajak berbagai setiap inch sayatan-sayatan ini. Aku harap kau sangat kuat, untuk ku bersandar. Untuk bersyukur bahwa sujudku tak pernah tak dihitung. Untukmu, meski masih minor kau tak pernah kulupa. Selalu kuperjuangkan. Aku tau aku mendambakan yang kuat, setidaknya aku tak berbagi kelemahan dengan orang yang salah. Agar aku pantas untuk doa-ku. Untukmu, yang entah dimana. Biarlah hujan yang turun dihatiku, deras sederasnya. Karena itu dihati, kupastikan tak akan ada yang melihatnya. Tak kubiarkan seorangpun menghela lelahku ini, aku menantimu penuh harap.
Comments
Post a Comment