Skip to main content

Turun Gunung Nokilalaki Tengah Malam

Halloooo! Assalammualaikum, apo kabar wong kito galo?

Ternyata jauh dari rumah dalam waktu yang cukup lama itu lumayan buat mood jadi tidak terkontrol sekali. Swing. Masih dari Palu, jauh dari keluarga dan juga teman. Keluar dari zona nyaman to find another comfrot zone. Awalnya terasa sulit, kemudian kian sulit lalu mulai bisa mengikuti alur. Ternyata dunia penuh dengan warna lain, perbedaan yang berharga. 

Dua bulan sudah berkegiatan di Palu, dengan orang yang selalu sama dari rumah, kantor, lapangan dan seperti itu terus. Kegiatan yang padat, hiburan yang sulit, apalagi waktu ME TIME yang langka, terkadang membuatku sulit mengekspresikan rasa lelah. Penyendiri yang tak lagi punya ruang~

Sudah-sudah, mari cukupkan keluh kesah ini. Kali ini aku mau cerita tentang perjalanan keduaku mendaki gunung lewati lembah demi menemukan jodoh wkwk. Sangat mendadak, persiapan yang kurang dari 24 jam. Hanya karena rindu sensasi berjalan mendaki, hanya karena rindu, merasakan lemah-selemah-lemahnya diri. 

Saat ajakan mendaki itu datang, aku sedang sangat lelah dengan tugas yang menumpuk dan rencana kegiatan yang tak kalah menumpuk. Berhubung, hari libur dan letak gunungnya tidak jauh dari tempat tinggal aku tidak berpikir dua kali untuk ikut. Tanpa mencari tahu karakteristik si gunung, jarak dll. 

Mendaki Gunung Nokilalaki

Gunung Nokilalaki adalah gunung yang terletak di Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Indonesia. Ini memiliki ketinggian 2.355 meter. Gunung ini termasuk kedalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Gunung Noki ini cukup populer di Sulawesi Tengah, sebagai tujuan pendakian para pecinta alam atau penikmat sepertiku.

Rumi dan Alyssa



Kami berangkat dari Palu sekitar jam 10 pagi, masih harus mampir ke pasar untuk membeli logistik. Perjalanan menuju Karawana untuk menjemput teman-teman Komunitas Pecinta Alam Desa Karawana. Sampai sesaat sebelum Azan Zuhur, kami ditemani  Bang Fajar dan Bang Mato selama perjalanan menuju Gunung Nokilalaki dan kembali lagi di Karawana. Perjalanan menuju kaki gunung hanya satu jam dari Desa Karawana, sesampainya kami langsung melanjutkan perjalanan menuju titik yang lebih tinggi.
Sesaat sebelum perjalanan dimulai


Perjalanan menuju shelter 1 sangat menguras tenaga, kebayang banget kaki yang sudah lama banget gak diajak jalan apalagi olahraga, harus jalan menanjak. Debar jantung benar-benar berasa sampai pipi, I was thinking like, kalo langsung makan duren bisa langsung berpisah dengan makhluk dunia ini. Setiap lima menit sekali, aku selalu minta untuk istirahat dan tanpa basa-basi setiap istirahat langsung duduk bahkan rebahan. Perjalanan hari pertama membesitkan, jangan-jangan aku tak lagi mampu.

Setelah berjalan sekitar satu jam, kami pun sampai di tanah yang cukup lapang, tidak jauh sebelum shelter 1.  Karena cuaca yang mulai turun hujan dan akan gelap sebentar lagi, kami sepakat untuk mendirikan tenda di tanah lapang ini. Sebelahnya aliran air yang langsung dari gunung. Sungguh anugerah Tuhan. Setelah tiga tenda didirikan, kami pun mulai memasak untuk makan malam.



Suasana Memasak di dekat Shelter 1
Untuk sampai di tempat kami mendirikan tenda ini, aku dan teman-teman bermandikan peluh. wkwk. sebelum magrib, yang awalnya hanya ingin berbesih diri di aliran air terdekat, akhirnya kami memutuskan untuk mandi. Air dingin yang menyegarkan, what a great moment to remember. Efek terlalu lelah, habis makan malam dan selesai solat isya aku pun turuuuuu. Bangun-bangun udah berganti hari aja, jauh-jauh untuk numpang tidur doang.


Hari kedua kami lanjutkan perjalanan setelah makan pagi rangkap siang, menuju Shelter 2 terasa lebih manusiawi. Mungkin efek hari pertama yang sudah berjalan, pernafasan mulai teratur dan rasa lelah bisa dikondisikan.






Muka lelah

Perjalanan kali ini benar-benar ingin aku nikmati, tanpa keluh, tanpa tanya, tanpa kata-kata yang dulu berlarian di kepalaku. Aku ingin menyatu dengan rasa lelah, dengan segala keterbatasanku. Bersama orang-orang baru, aku bisa percaya. Bersama orang-orang baru, aku bisa pergi sejauh itu. Iya, bersama orang-orang baru. Berjalan didepan, sesekali hanya sendiri, aku menikmati sekali. Sendiri.


Hari menjelang sore, tapi kami tak kunjung sampai. Persediaan cemilan pun menipis dan daku tak lagi punya permen. Rasa lelah, haus dan tak ingin mengeluh menjadi satu.



Puncak Nokilalaki
Akhirny.a sampe puncak!!! dan yang kulihat hanya ratusan batang pohon yang menjulang, tak ada sunset, hanya dingin yang menusuk. Karena suhu yang dingin, kami harus segera turun. Perjalanan panjang, sampai puncak, foto-foto, kemudian turun.

Turun gunung adalah salah satu hal yang sangat sulit. Dengan sisa tenaga yang ada, kami melanjutkan perjalanan. Sepanjang jalan menuju Shelter 3, kami disuguhi matahari yang mulai meninggalkan sisi bumi tempat kami berpijak. Hari pun gelap dan perjalanan harus terus dilanjutkan, dengan kehati-hatian, aku berhasil membuat semua orang melambat. Wkwk.


Gelap, lelah, lelah, lelah, takut jatuh, lemah. Terima kasih Bang Mato yang sudah bersedia menemani. Menuntun dari atas gunung sampai Shelter 1. Dalam perjalanan turun ini, aku hanya terdiam. Menyadari bahwa, saat lemah kita butuh seseorang. Saat takut, kita perlu untuk yakin, tetap hati-hati. Bahwa semua orang penting, bagi diri mereka sendiri, terlebih orang lain. Bahwa mengeluh, sungguh, tidak ada gunanya. Bahwa dalam keterbatasan, kita masih bisa mencapai tujuan. Yang paling penting adalah cara kita menikmati setiap tapakannya.


Kami akhirnya tiba di Shelter 1 jam 3 pagi. Semua rasa lelah langsung dibayar tuntas dengan tidur. Menunda rencana awal yang ingin langsung turun dan pulang. Setelah istirahat, kami turun ke perkampungan jam 9 pagi dan sampai setengah jam setelahnya.


Cant wait for next adventure!
Hai! Salam kenal dariku ya. Rumi yang secara acak terkadang menulis, entah saat luang ataupun sibuk.

Comments

Post a Comment