Skip to main content

Kenang Kenanga

Aku tidak takut jika kau akan menemui wajah-wajah cantik diluar sana, pun yang lebih bisa menunjukkan perhatiannya. Aku sebenarnya tidak takut, jika kagummu luntur, atau perhatianmu berkurang. Aku tidak takut jika ternyata kisah ini tak berujung, aku memilih diam dan kau membuat jarak. Aku tidak takut. Bahagiaku genap, bertemu denganmu, berbicara denganmu, karena untuk takut aku rasa butuh alasan, sedang aku tak pernah tahu, bagaimana bisa kau begitu membekas, lenyap dalam sanubari, tertanam sebagai rindu.



Aku ingin menulismu, ataukah kau memang sudah menjadi tokoh dari tulisan-tulisanku? Aku ingin berhenti, menulisi isi hati, tapi terlalu sulit tak mengabarkan pada dunia bahwa aku menemukanmu dalam kejap. Bahwa aku telah jatuh pada sesuatu yang biasa, bahwa pesona tak melulu tentang rupa bahkan serupa dalam pemikiran.

Aku ingin, menjadi tulisan yang kau baca, dalam sibukmu memperbaiki diri. Aku ingin menjadi kata-kata yang kau kenang, dalam lelah kau selalu sadar aku mendukung setiap langkahmu. Aku ingin menjadi teman yang tetap menempati satu sisi yang sedari awal kau berikan, agar saat semua semakin tak mungkin, aku bersyukur sempat menghabiskan malam bersamamu, membaca semua pengetahuanmu, melihat betapa hebatnya Ayah Ibu merawatmu.

Aku menyadari, sempat terasa, tak pernah kuingin seseorang selayaknya ingin kurengkuh semua dunia dan isinya. Perasaan ini palsu. Aku harus berhenti. Biarlah, penanda hatiku masih baik, lalu akan jadi kenang saat kelak, bahwa aku pernah sebodoh itu, hanya karena cara hidup seseorang yang begitu sederhana, lalu aku mengingkan hal yang luar biasa tak mungkin.

Berperang sendiri itu tak mudah, lebih baik aku merengek, menunjukkan rindu dan pilu-pilunya, tapi mungkin masih kau ingat, tak mungkin kulakukan hal seperti itu. Menikmati hati yang dikoyak-koyak sepi, sendiri. Menulis kerinduan, lalu kata-kata galau tak berarti aku bersedih, bukan? Aku hanya ingin menulis dan terkadang berharap kau membacanya.

Ah, sudahlah. Jika memang berjodoh. Maka, jarak itu akan terlipat. Kau akan datang dengan cara yang tepat. Jika memang berjodoh, akan Allah pantaskan aku untukmu dan Allah pantaskan kau untukku.

Sekali lagi, terakhir. Ku hadiahi harapan-harapan baik untukmu. Kau harus kuat, ilmumu harus luas, manfaatmu harus mengakar, ditanganmu kebaikan-kebaikan harus menjalar, dari pikiranmu harus lahir ide-ide cemerlang dan dari tuturmu harus kau sampaikan kasih dan sayang, tapi jangan kau tebar pesona apalagi terpesona. Teruntuk kamu, yang dikelilingi banyak wanita, yang menggebu dalam dunia, kuatlah.

Salam kenang
Harumi, dalam pengaruh kopi.  


Hai! Salam kenal dariku ya. Rumi yang secara acak terkadang menulis, entah saat luang ataupun sibuk.

Comments